Museum Seni Rupa dan Keramik

|
Museum Seni Rupa dan Keramik
Museum Seni Rupa dan Keramik terletak di Jalan Pos Kota No 2, Kotamadya Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Museum yang tepatnya berada di seberang Museum Sejarah Jakarta itu memajang keramik lokal dari berbagai daerah di Tanah Air, dari era Kerajaan Majapahit abad ke-14, dan dari berbagai negara di dunia.

Gedung yang dibangun pada 12 Januari 1870 itu awalnya digunakan oleh Pemerintah Hindia-Belanda untuk Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia (Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia). Saat pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan sekitar tahun 1944, tempat itu dimanfaatkan oleh tentara KNIL dan selanjutnya untuk asrama militer TNI.

Pada 10 Januari 1972, gedung dengan delapan tiang besar di bagian depan itu dijadikan bangunan bersejarah serta cagar budaya yang dilindungi. Tahun 1973-1976, gedung tersebut digunakan untuk Kantor Walikota Jakarta Barat dan baru setelah itu diresmikan oleh Presiden (saat itu) Soeharto sebagai Balai Seni Rupa Jakarta.

Pada 1990 bangunan itu akhirnya digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.
Pameran

Museum ini menyajikan koleksi dari hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak kurun waktu 1800-an hingga saat sekarang.

Koleksi Seni Lukis Indonesia dibagi menjadi beberapa ruangan berdasarkan periodisasi yaitu:

    Ruang Masa Raden Saleh (karya-karya periode 1880 - 1890)
    Ruang Masa Hindia Jelita (karya-karya periode 1920-an)
    Ruang Persagi (karya-karya periode 1930-an)
    Ruang Masa Pendudukan Jepang (karya-karya periode 1942 - 1945)
    Ruang Pendirian Sanggar (karya-karya periode 1945 - 1950)
    Ruang Sekitar Kelahiran Akademis Realisme (karya-karya periode 1950-an)
    Ruang Seni Rupa Baru Indonesia (karya-karya periode 1960 - sekarang)

Untuk Koleksi seni rupa menampilkan patung-patung sepeti Totem Asmat dan lain-lain.

Sedangkan koleksi keramik menampilkan keramik dari beberapa daerah Indonesia dan seni kreatif kontemporer. Selain itu ada juga koleksi keramik dari mancanegara seperti keramik dari Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang dan Eropa dari abad 16 sampai dengan awal abad 20.

Koleksi Seni Rupa


Museum Seni Rupa dan Keramik memiliki koleksi seni rupa berjumlah 490 koleksi, terdiri dari koleksi lukisan dan patung. Secara periodisasi sebagian karya Seni Lukis Indonesia terdapat dalam museum ini Koleksi lukisan tertua berupa lukisan Bupati Cianjur karya R. Saleh Syarif Bustaman (1807-1880). Dari masa Mooi Indie (1908-1936) terdapat koleksi lukisan yang mengacu pada keindahan karya Wakidi, M. Pirngadi, Ernest Dezentje serta Basuki Abdullah.

Masa Persagi/Persatuan Ahli Gambar Indonesia (1938) yang menjadi masa kebangkitan seni rupa Indonesia diwakili lukisan karya Agus Djaya, S. Sudjojono, Henk Ngantung, Emiria Sunassa, RGA Sukirno, dan lain - lain. Masa Revolusi/Pendirian Sanggar (1945) terdapat lukisan karya Sudjono Kerton, Affandi, Trubus, Hendra Gunawan, Barli Sasmita dan lain - lain. Kemudian dari masa Lahirnya Akademi (1950-an) terdapat hasil lukisan Kusnadi, Widayat, Bagong Kusudiardjo, Abas Alibasyah, Sunarto PR, Popo Iskandar, Ahmad Sadali, Srihadi, AD Pirous, Amang Rahman, Rudi Isbandi, OH Supono dan lain -lain. Tahun 1960-an terdapat koleksi Nyoman Gunarsa, Mulyadi, Joko Pekik dan lain - lain, Tahun 1970-an terdapat lukisan karya Abdulrahman, Sri Warso Wahono, Nunung WS dan lain - lain,

Pada tahun 1980-an terdapat lukisan karya Ivan Sagito, Dede Eri Supria, Sarnadi Adam, Subandiyo dan lain - lain. Kemudian dekade 90-an terdapat lukisan karya Nasirun dan I Made Sukadana. Koleksi patung berupa patung yang bercirikan klasik tradisional dari Bali, totem kayu magik dan simbolis karya I Wayan Tjokot dan keluarga besarnya, Totem dan patung kayu karya para seniman modern, antara lain G. Sidharta, Oesman Effendi, disusul karya - karya seniman lulusan akademisi sperti Mustika, Ibnu Nirwanto, Irawan dan Honda dan lain - lain. 

Koleksi Keramik 

Museum Seni Rupa dan Keramik memiliki sekitar 8.500 koleksi keramik yang terdiri dari berbagai bentuk, ciri, karakteristik, fungsi serta gaya. Secara geografis koleksi keramik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keramik asing serta keramik lokal. Keramik asing berupa keramik Asia yang berasal dari Cina, Vietnam, Thailand, Jepang serta keramik Eropa yang berasal dari Belanda. Sementara keramik lokalnya berupa keramik kuno dari masa Majapahit serta keramik modern yang dihimpun dari berbagai sentra industri keramik di Indonesia.

Koleksi keramik tertua yang dimiliki oleh Museum Seni Rupa dan Keramik berasal dari Dinasti Tang (618 - 969 M) yang dikenal dengan Cangsa Ware serta Olive Green ware berbentuk guci. Selain dari dinasti Tang, koleksi keramik Cina berasal dari masa Dinasti Song (960 - 1279 M), Dinasti Yuan (1280 - 1368 M), Dinasti Ming (1369 - 1644 M) serta Dinasti Qing (1645 - 1912 M).

Keramik Vietnam berasal dari abad ke 14-18. Keramik Thailand berasal dari abad ke 14-18. Keramik Jepang dari abad ke 17-20. Sedangkan keramik Eropa berasal dari abad ke 19-20. Keramik lokal yang tertua berasal dari Masa Majapahit (abad ke 14) berupa alat rumah tangga (pasu, kendi, periuk), celengan, terakota pajangan, relief, serta unsur bangunan suci. Sedangkan keramik modern berasal dari Lampung, Palembang, Jawa Barat (Plered, Batujaya), Yogyakarta (Kasongan), Jawa Tengah (Klaten, Klampok, Temanggung), Jawa Timur (Dinoyo/Malang, Lamongan, Probolinggo, Tuban), Kalimantan Barat (Singkawang), Sulawesi Utara (Minahasa), Bali, Lombok (Banyu Mulek), serta dari Ambon. Selain itu juga terdapat keramik kreatif kontemporer dari seniman Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. 

Dari koleksi keramik kunanya, yang sebagian besar diperoleh dari Jakarta atau Batavia, membuktikan Batavia pada masanya menjadi kota pengguna-pendistribusi keramik kuna, baik secara nasional maupun internasional. Sementara itu, koleksi keramik modern, menunjukkan bahwa seniman kita juga berperan dan tentunya tidak kalah dengan pengrajin-pengrajin mancanegara. 

Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik yang merupakan hasil karya arsitek atau Hoofd Ingenier Jhr. W.H.F.H. Van Raders ini dibangun pada tahun 1870 . Bangunan ini mempunyai ciri arsitektur gaya Neo Klasik. Pada awalnya gedung ini digunakan sebagai Lembaga Peradilan tertinggi Belanda (Raad Van Justice Binnen Het Casteel Batavia) 21 Januari 1870, pada masa Batavia diperintah oleh Gebernur Jenderal Picter Mijer. 

Pada masa pendudukan Jepang dan masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, gedung ini dijadikan sebagai asrama NMM (Nederlandsche Mission Militer) oleh tentara KNIL. Pada masa kedaulatan Republik Indonesia diserahkan kepada TNI dan dimanfaatkan sebagai gudang logistik. Selanjutnya pada tahun 1970 - 1973 digunakan sebagai kantor Walikota Jakarta Barat ..... info selanjutnya  

Jam Buka :
Selasa - Minggu: 09.00-15.00
Hari Senin dan Hari Libur Nasional tutup.

Tiket Masuk (Perda 1 / 2006)

Perorangan & Rombongan:
Dewasa Rp. 2.000,-
Pelajar / Mahasiswa Rp. 1.000,-
Anak - anak Rp. 600,-

Rombongan: (Minimal 20 orang)
Dewasa Rp. 1.500,-
Pelajar / Mahasiswa Rp. 750,-
Anak - anak Rp. 500,- 

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲