|
Menunggu Kereta - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
Posting Kali adalah Karya Seni Lukis dan Biografi dari seniman ber
Aliran Realis Indonesia Dede Eri Supria. Dede Eri Supria sendiri lahir di Jakarta sebagai anak ke 7 dari 11 bersaudara. Ayah Dede Eri Supria bernama Supandi Tanumihardja, Ibunya bernama Saribanon, Ibu angkat dari Dede Eri Supria Alfiah. Dia dibesarkan dalam sebuah keluarga, polos mencolok di tengah-tengah banyak orang lain yang berjuang untuk bertahan hidup di kota urban besar. Ketidak seimbangan sosial yang mencolok dan kekacauan menjadi masalah yang menonjol yang dirasakan bagi dede eri supria dan dede merasa sangat bagi masyarakat umum yang dirugikan dan paling menderita. Rupanya dalam kondisi yang memprihatinkan ini membuat seniman lukis dede eri supria berempati dengan mereka sehingga muncullah beberapa karya seni lukisnya yang merupakan hasil ekspresi dan sebagai komentar sosialnya. Dalam Labyrinth misalnya, itu berarti bagaimana orang-orang sederhana yang terjebak oleh perubahan yang cepat dan rumit di masyarakat perkotaan, ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari labirin menandakan bagaimana mereka tidak bisa membebaskan diri.
|
Labirin - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
Dede Eri Supria juga pernah belajar untuk menjadi juru foto dari usia sekolah dasar, ketika itu ia mulai membantu ayahnya melakukan gambar yang diperbesar dari foto-foto di komisi. Paparan awal dede dengan prinsip-prinsip fotografi mungkin merupakan alasan mengapa komposisi memainkan bagian penting dalam setiap
karya seni lukisnya . "saya menemukan bahwa susunan mata pelajaran saya memiliki kekuatan yang unik tersebut untuk bercerita, untuk memberikan makna yang lebih besar untuk gambar lukisan saya".
Karena ayahnya yang tidak bisa sendirian mendukung keluarga besarnya, membuat Dede Eri Supria harus bekerja paruh waktu untuk berkontribusi terhadap pendapatan keluarganya. Pada awalnya, dia menjual buku komik dan es krim di waktu luang, sesuatu yang juga menginspirasi untuk mengambil gambar kartun. Dede Eri selanjutnya memiliki minat dalam menggambar kartun, dan mengambil pelajaran menggambar dari Dukut Hendranoto, seorang seniman lokal yang, non-dogmatis. Dialah yang memainkan peran penting dalam membentuk filsafat seni dede eri supria, yang tidak berhenti di menggambarkan realitas sebagai mata kita melihatnya, tetapi kenyataan yang unik yang kita tafsirkan untuk diri kita sendiri, dari perspektif kita sendiri.
Pada usia masih SMP, Dede Eri supria sudah mendirikan studio artis pertama dengan tiga teman-temannya, dan memutuskan untuk menjadi seorang pelukis. kemudian Masuk Sekolah Menengah Seni Rupa (SSRI, Sekolah Seni Rupa Indonesia) di Yogyakarta, namun keluar setahun sebelum lulus. karena menurutnya sekolah tidak mendorong kita untuk bekerja secara profesional dalam gaya realis. Tentu, sekolah tidak mengajarkan kita teknik yang berkaitan dengan
gambar lukisan realistis, tetapi realisme tidak dianggap layak apa pun kecuali alat penelitian, atau sebagai salah satu tahap persiapan untuk menciptakan "seni nyata" yang harus expressionistically atau dekoratif terdistorsi. Dede diejek karena minatnya dalam realisme di sekolah itu, dan setelah memutuskan bahwa lingkungan sekolah tidak cocok untuknya. Sejak itu Dede lebih memilih untuk menghabiskan waktunya berkumpul bersama para mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI),
Dari situ, kemampuannya sebagai pelukis kian matang. Kemunculan Dede Eri Supria di penghujung 1970-an sangat memberikan harapan. Pasalnya, ia merupakan salah seorang eksponen Seni Rupa Baru yang dinilai paling serius menjalankan perannya sebagai pelukis profesional. Sama seperti kebanyakan pelukis lainnya,
Gambar lukisan Dede juga memiliki ciri khas. Dalam hal ini Dede lebih memilih gaya melukis realisme dengan tema sosial dan kritis. Sementara dalam perwujudannya seringkali bernada surealistik dan jika dilihat dari segi teknik, Dede mengambil gubahan potretis.
Meski sebagian kalangan menganggap aliran tersebut sudah ketinggalan jaman, Dede punya pendapat sendiri. Menurutnya, lukisan abstrak tidak relevan di Indonesia, oleh karena itu, hanya sedikit masyarakat yang dapat menikmatinya. Semangat melukis Dede pun terus membara. Pada tahun 1976, Dede bergabung dengan lima mahasiswa ASRI mengadakan pameran keliling bertajuk Seni Kepribadian Apa di Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta. Pameran itu seolah menggugat para pelukis mapan yang ketika itu sibuk berpolemik tentang kepribadian Indonesia dalam
seni lukis. Setahun berselang, Dede memutuskan untuk bergabung dengan Kelompok
Seni Rupa Baru yang juga bertujuan mengguncang kemapanan.
Suami Dewi Kun Saraswati ini banyak mengangkat masalah sosial yang menggetarkan seperti kehidupan orang miskin yang tak berdaya di kota besar, urbanisasi, kesederhanaan orang-orang desa bahkan permasalahan dalam dunia sepakbola. Manusia seperti kehilangan peran, didesak oleh benda-benda dan bangunan-bangunan. Dengan ukuran yang umumnya terhitung besar, lukisan Dede menjadi saksi bagi kehidupan kota pada jaman pembangunan fisik.
Dalam salah satu karyanya yang berjudul “Yang Berusaha Tumbuh”, Dede bercerita tentang kesadaran akan dibutuhkan atau tidaknya keseimbangan ekosistem. Orang menjadi objek, pasif, konsumen dari industrialisasi yang selalu menghasilkan produk yang sama dan massal. Dalam proses melukis terjadi reduksi, dari realitas menuju ke suatu yang menjadi imajiner. Dede juga menyatakan bahwa “pelukis adalah antena sosial”, maksudnya, seorang pelukis mampu memperbaiki kesejahteraan ekonomi.
|
Mencoba Untuk Tumbuh - Dede Eri Supria |
Sejak 1978, pelukis yang menjadikan rumahnya sebagai studio lukis ini selalu berpartisipasi dalam Biennale Pelukis Muda Indonesia di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Pameran tunggalnya yang pertama diadakan di TIM pada 1979, yang terus diselenggarakan secara berkala. Selain menggelar pameran solo, Dede juga ikut ambil bagian dalam sejumlah pameran bersama, pameran keliling negara ASEAN, dan Eropa, antara lain The Third Asian Art Show di Fukuoka, Festival Art dalam rangka KIAS di Amerika, serta Asia Pasific Trienalle di Brisbane, Australia.
Pada 1989, Dede Eri Supria mendapat order dari G. Dwipayana untuk membuat sampul buku Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya. Dede mengaku sempat bingung saat diminta melukis wajah Presiden RI ke-2 itu. Setelah membongkar setumpuk dokumen, Dede akhirnya menemukan foto Pak Harto sedang tersenyum sambil bertepuk tangan saat menyaksikan sebuah pertandingan dalam suatu event olahraga.
Bagian wajah Pak Harto itu lalu diekspos dan dikemasnya menjadi lukisan untuk menghiasi sampul buku tersebut. Tak dinyana, meski awalnya sempat didera kebingungan, karya tersebut nyatanya laris manis di pasaran. Bahkan, pada 1995, tanpa seizin Dede sang pelukis, Perum Peruri mengambilnya sebagai ilustrasi untuk uang kertas nominal Rp 50.000.
|
Soeharto Karya Seni Dede Eri Supria |
Lukisan The Smiling General itu merupakan satu dari sekian banyak karya ayah empat anak ini yang sudah tersebar di berbagai museum dan kolektor baik di dalam maupun luar negeri. Pada 1981, Dede bahkan pernah mendapat undangan berkunjung dari pemerintah Amerika Serikat. Pada tahun 1996, pemerintah Republik Rakyat Cina juga pernah secara khusus mengundang Dede untuk mengunjungi beberapa kota Negeri Tiongkok tersebut.
Berkat kontribusinya pada dunia seni lukis, Dede berhasil menyabet sederet penghargaan, diantaranya The General Award for the Arts dari The Society for American-Indonesian Friendship (1978), Hadiah Lukisan Terbaik dalam Biennale yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ, 1981), Anugerah Adam Malik (1986), Affandi Award (1993), serta Hadiah Pertama The Philip Morris Indonesian Arts Award (1997)
Berikut beberapa karya seni lukis Dede Eri Supria yang lain :
|
Jak Mania - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Hujan Beton - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Pigeon Reincarnation - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Send In The Clowns - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Sosok diantara Beton - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Survivors - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
The Crossing - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
The Urban Class - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Clowns - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Penjual Daging - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Strowberry - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Dismay - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Hutan Beton - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Gillete Dismay Land - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
Revolusi - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
|
No Smoking - Karya Seni Lukis Dede Eri Supria |
Related Posts :
Post : artwork,
biografi,
dede eri supria,
gambar lukisan,
karya seni,
seni lukis
0 komentar:
Posting Komentar